Minggu, 21 September 2008
Selasa, 16 September 2008
Kaca Spion
Kaca Spion
oleh Andi F. Noya
Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan
Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta . Tapi, suatu hari
ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana . Bukan untuk
baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan.
Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga
suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa
lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya
mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan
dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi
mengapa rasanya jauh berbeda?
Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal
rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah.
Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu
mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya.
Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib
yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya
merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana . Jika
masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum
buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang.
Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak
gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna
hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero
Jakarta . Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan
sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah
satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya
bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang
Indonesia . Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia
. Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir saya terus
meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan
Metro TV.
Sampai suatu hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di
sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya
menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan
kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi
menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu
hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan
punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi
sombong karenanya.
Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya .. Sejak
kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan
menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya
bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda
milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion
mobil itu patah.
Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer
saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah
saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang
sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi
mobil, di Jalan Prapanca. Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap
menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma
enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat
tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di
ruangan itu. Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar.
Rupanya sang pemilik mobil datang. Dengan suara keras dia marah-marah
dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan
mobilnya.
Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak
bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca
spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang
senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang
mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos
menjahit baju waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua
minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada
tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit
itulah kami - ibu, dua kakak, dan saya - harus bisa bertahan hidup
sebulan.
Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap
akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil
uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan
uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir
bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu
ketakutan. Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah
artinya kaca spion mobil baginya? Tidakah dia berbelas kasihan melihat
kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?
Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah
ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba. Saya benci pemilik
mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal. Saya benci
orang kaya.
Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban
mobil-mobil mewah. Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya..
Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya.
Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka
adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya
putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu
berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang
terbalaskan.
Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya
di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal
jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak
punya hati nurani.
Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa
kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu
tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah
berubah. Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan
kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa
bersalah. Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena
sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan.. Dulu
mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang,
apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang
enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat
saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, "Kamu berhak untuk
itu.. Sebab kamu sudah bekerja keras."
Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama
sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang
kaya itu jahat. Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya
terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak
lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado
yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi
sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.
Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak
sensitif. Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca
spionnya saya tabrak.
Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam
kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika
mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang
dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak
dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin
melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya
terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan
kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi.
Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok..
Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat
itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang
merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang
ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf
atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha
meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi.
Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera
luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya.
Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah
artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul.
Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan
begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu
saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang
pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup
yang pahit.
oleh Andi F. Noya
Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan
Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta . Tapi, suatu hari
ada kerinduan dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana . Bukan untuk
baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan.
Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga
suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa
lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya
mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan
dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi
mengapa rasanya jauh berbeda?
Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal
rasanya yang mengecewakan, tetapi ada hal lain yang membuat saya gundah.
Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu
mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya.
Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib
yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya
merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana . Jika
masih ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum
buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang dan hati riang.
Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak
gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna
hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero
Jakarta . Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan
sepiring tidak akan pernah puas. Kalau ada uang lebih, saya pasti nambah
satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya
bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa dan Siapa Orang
Indonesia . Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia
. Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir saya terus
meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia dan
Metro TV.
Sampai suatu hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di
sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya
menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan
kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah dan tidak lagi
menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu
hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya mobil sendiri, dan
punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi
sombong karenanya.
Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya .. Sejak
kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas dan
menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya
bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda
milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah mobil. Kaca spion
mobil itu patah.
Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer
saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah
saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang
sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi
mobil, di Jalan Prapanca. Garasi mobil itu oleh pemiliknya disulap
menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma
enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat
tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di
ruangan itu. Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar.
Rupanya sang pemilik mobil datang. Dengan suara keras dia marah-marah
dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan
mobilnya.
Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras dan tidak
bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca
spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang
senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang
mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos
menjahit baju waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua
minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan ada
tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit
itulah kami - ibu, dua kakak, dan saya - harus bisa bertahan hidup
sebulan.
Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap
akhir bulan sang pemilik mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil
uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan
uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak ada habis-habisnya. Setiap akhir
bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu
ketakutan. Di mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah
artinya kaca spion mobil baginya? Tidakah dia berbelas kasihan melihat
kondisi ibu dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?
Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah
ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba. Saya benci pemilik
mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal. Saya benci
orang kaya.
Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban
mobil-mobil mewah. Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya..
Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya.
Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka
adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya
putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu
berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang
terbalaskan.
Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya
di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal
jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak
punya hati nurani.
Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa
kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu
tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah
berubah. Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan
kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa
bersalah. Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena
sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan.. Dulu
mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang,
apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang
enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat
saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, "Kamu berhak untuk
itu.. Sebab kamu sudah bekerja keras."
Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama
sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang
kaya itu jahat. Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya
terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak
lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado
yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi
sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.
Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak
sensitif. Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca
spionnya saya tabrak.
Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam
kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika
mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang
dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak
dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin
melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya
terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan
kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi.
Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok..
Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat
itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang
merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang
ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf
atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha
meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi.
Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera
luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya.
Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah
artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul.
Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan
begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu
saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang
pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup
yang pahit.
Kamis, 11 September 2008
Bagi para Pencari Rubics Cube.
Masih ingat Rubics Cube?Itu loh mainan di era 80-an yang berupa kotak dengan tiap sisi berupa warna yang berbeda yang harus kita susun kembali agar tiap-tiap sisi-sisinya warnanya sama?
Kalau loe lupa, mungkin gambar di sebelah bisa mengingatkan ingatan anda.Kalau anda berminat punya rubics cube lagi, saya punya kenalan seorang Bapak-bapak yang menjualnya dan anda bisa memesannya melalui saya.Telp saya di 0251-2791834. Harga tiap rubics cube Rp.20.000,00
Kalau beli sepuluh saya diskon Rp.15.000,00 dan saya akan mengirimkannya ke seluruh Indonesia.
Kalau loe lupa, mungkin gambar di sebelah bisa mengingatkan ingatan anda.Kalau anda berminat punya rubics cube lagi, saya punya kenalan seorang Bapak-bapak yang menjualnya dan anda bisa memesannya melalui saya.Telp saya di 0251-2791834. Harga tiap rubics cube Rp.20.000,00
Kalau beli sepuluh saya diskon Rp.15.000,00 dan saya akan mengirimkannya ke seluruh Indonesia.
Senin, 01 September 2008
LENTERA JIWA
Ini ada bacaan bagus & bisa jadi perenungan.................
LENTERA JIWAsource: http://kickandy com/?ar_id= MTEzOA==Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpinredaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orangyang bertanya bahwa saya keluar bukan karena ¡pecah kongs dengan SuryaPaloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidakmenyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan poweryang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita,tiba-tiba saya mengundurkan diri.Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusansulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluangbeasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke SekolahTinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uangkuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkandiri dari Metro TV.Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang sayakagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisamengapa saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam.Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikantersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejaklama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnyaketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.BagiAnda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Merekahidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satuselalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akanhabis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jikakeju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain.Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat punpersediaan keju tidak akan pernah habis.Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajaksahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempatlain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya dipindahkan olehseseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidakperlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka diamemutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yanghilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggusampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadisudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyakdibandingkan di tempat lama.Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasanyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapiperubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah,dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yangmenghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yangmendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yangselama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari keju itu sudahtersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti lentera jiwa saya.Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang dinyanyikanNugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingindisampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudahsejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasatidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yangsudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing,mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyatatidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada di ajangpertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulaidari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudahmapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Diatidak bahagia.Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya jugamenemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang merekatekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadiapa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyataputus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang palingbanyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat merekatidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008),kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besardalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusanHubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastisuntuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilihmenjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannyasebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kinimemiliki restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan apa yang sayakerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Baramengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untukmenggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapatbeasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi.Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta merekamengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.Simak juga bagaimana Gde Pramamemutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatankomisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis bukuini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagaipublic speaker.Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupanyang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidaktahu bagaimana cara mencapainya.Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yangdicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitugembira dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi.Gembira terus. Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo, salah satupersonal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone.Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Takheran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampumelantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. Semua karenasaya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya.Hidup saya, katanya.Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah merekayang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudahmenemukan lentera jiwa mereka.[]
Salam Sukses Selalu
CE
www.cakeko.co.nr
LENTERA JIWAsource: http://kickandy com/?ar_id= MTEzOA==Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpinredaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orangyang bertanya bahwa saya keluar bukan karena ¡pecah kongs dengan SuryaPaloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidakmenyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan poweryang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita,tiba-tiba saya mengundurkan diri.Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusansulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluangbeasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke SekolahTinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uangkuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkandiri dari Metro TV.Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang sayakagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisamengapa saya keluar dari Metro TV. Andy ibarat ikan di dalam kolam.Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikantersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejaklama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnyaketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.BagiAnda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Merekahidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satuselalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akanhabis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jikakeju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain.Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat punpersediaan keju tidak akan pernah habis.Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajaksahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempatlain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya dipindahkan olehseseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidakperlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka diamemutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yanghilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggusampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadisudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyakdibandingkan di tempat lama.Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasanyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapiperubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah,dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yangmenghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yangmendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yangselama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari keju itu sudahtersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti lentera jiwa saya.Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri.Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul Lentera Hati yang dinyanyikanNugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingindisampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudahsejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasatidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yangsudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing,mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyatatidak membuatnya bahagia. Dia merasa lentera jiwanya ada di ajangpertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulaidari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudahmapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Diatidak bahagia.Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya jugamenemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang merekatekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadiapa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyataputus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang palingbanyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat merekatidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua.Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008),kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besardalam hidup mereka. Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusanHubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastisuntuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilihmenjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannyasebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kinimemiliki restoran sendiri. Saya sangat bahagia dengan apa yang sayakerjakan saat ini, ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Baramengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untukmenggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapatbeasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi.Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta merekamengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.Simak juga bagaimana Gde Pramamemutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatankomisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis bukuini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagaipublic speaker.Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupanyang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidaktahu bagaimana cara mencapainya.Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yangdicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitugembira dalam menikmati hidup. Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi.Gembira terus. Nggak ada capeknya, ujar Yon Koeswoyo, salah satupersonal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone.Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Takheran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampumelantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. Semua karenasaya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya.Hidup saya, katanya.Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah merekayang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudahmenemukan lentera jiwa mereka.[]
Salam Sukses Selalu
CE
www.cakeko.co.nr
The Beauty of trading with GOD!
Dari seorang teman,
The Beauty of Trading With GOD!Rahasia dibalik Indahnya Berbisnis dengan TuhanBertemu Dengan Miliyarder, Mantan Pemulung!
Hari Jum'at, jam 9 pagi, bulan februari 2006, saya sedang mengisi dialog on air di sebuah stasiun radio, Jl Lembang Ciledug Tangerang. Saat itu tema yang diangkat adalah "Apakah saya yakin dengan rizki dan pertolongan Tuhan". Perbincangan cukup hangat dan banyak pendengar yang ikut berpartisipasi dalam acara ini, mayoritas mereka berasal dari Jabodetabek. Ternyata mereka sepakat dengan tema itu. Bahwa manusia ini akan hidup mulia, sejahtera, berkah dan bahagia, jika manusia mengenal Tuhan dan kerajaan bisnis-Nya serta mampu merealisasikan aturan main-Nya secara utuh.
Salah satu penanya dalam acara itu adalah H. Suwiknyo, pemilik 7 cabang Dealer resmi Motor Suzuki dan Pemilik pabrik Retester Gas Elpiji Rekanan PT. Pertamina Persero. Tidak cukup puas bertanya di telepon, akhirnya selesai acara on air kami bertemu dan berbincang-bincang di salah satu rumah makan padang di Jl. lembang Ciledug. Beliau menceritakan kisah hidupnya, dengan penuturan yang sangat tulus dan sangat menarik serta menyentuh hati. Beliau menceritakan perjalanan hidupnya dari mulai jadi pemulung sampai dengan menjadi pengusaha sukses yang diberkahi Allah SWT.
H. Suwiknyo, lahir di Mojokerto Jawa Timur, bulan Agustus 1969. Masa kecilnya dilalui dengan sekolah dan mengaji, namun belum lulus SD, dia harus berhenti sekolah, karena tidak ada biaya. Akhirnya pada tahun 1980 merantau ke Jakarta untuk menjadi kernet angkot. Enam bulan berada di jalanan, setelah cukup tabungannya, kemudian dia meneruskan sekolah SD kelas VI yang sempat tertunda. 1982 Dia masuk sekolah SMP sambil mengajar pramuka di daerah Ciledug. Setelah lulus SMU, pada tahun 1994, kemudian dia menikah dan bekerja sebagai pedagang ayam bangkok, namun karena saat itu terjadi musim penyakit ayam tetelo, akhirnya usahanya harus tutup. Pada tahun 1995 saat-saat kehidupan yang sangat sulit bagi dia, modal habis dan teman pun sulit untuk ditemui, padahal istrinya sedang hamil tua, tetapi kehidupan harus terus berjalan.
Dengan kondisi yang sangat berat dan terasa makin rumit, dia berupaya menjadi suami yang bertanggung jawab dan tidak mau menjadi beban orang lain, sehingga tahun itu ia menjadi seorang pemulung. Dari subuh sampai malam dia mengumpulkan sisa-sisa sampah yang bisa dijual untuk sesuap nasi. Dan sang istri tercinta yang sedang hamil tua berjualan makanan burung untuk menambah uang belanja sehari-hari. "Tidak ada kata malu, gengsi apalagi mengeluh, hidup ini indah jika kita mau dan mampu menikmatinya". Tuturnya. Dengan kegigihan, keuletan, kesabaran dan kerjasama yang baik dengan istri tercinta, akhirnya pada tahun 1996 dia mendirikan perkumpulan pemulung dan memiliki anggota sebanyak 15 orang. Hari-harinya ditambah kesibukan untuk mengkoordinir dan mengarahkan para pemulung tersebut, supaya menjadi pemulung yang lebih produktif dan lebih giat, sehingga tidak lama kemudian jumlah pemulung semakin bertambah dengan omset yang semakin berlimpah.
Kehidupannya terus berubah dan bertambah berkah setelah menjadi kordinator pemulung. Pada tahun 2003 secara tidak sengaja bertemu dengan Nanang, pemilik air isi ulang di daerah Cipondoh, dari pertemuan itulah dia sepakat untuk mendirikan sebuah dealer motor, walau dengan modal hanya cukup menyewa kios kecil ukuran 2×3 m2 dan motor pertamanya hasil meminjam dari seorang teman.
Bapak H.Suwiknyo, selama ini, selalu berusaha untuk selalu dekat dengan Allah, berupaya hidupnya berorientasikan kepada nilai Illahiyah dan kesholehan sosial. Maka walaupun dengan keterbatasan dana yang ada, dia meresmikan dealer motor ini dengan mengundang 17 anak yatim. Untuk menambah lebih Islami, maka nama dealernya pun diberi nama Madani Motor, yang diambil dari kata Madinah yang artinya tempat yang mulia dan diberkahi. "Diberi nama Madani karena perusahaan ini, ingin memberikan kemuliaan, kesejahteraan dan keberkahan kepada banyak orang", tambahnya.
Sungguh mulia visi dan misinya, dan ternyata niat baik ini diistijabah (dikabulkan) oleh Allah SWT, tidak lebih dari 4 bulan setelah dealer motor ini diresmikan, maka beliau sudah mampu mendirikan dua cabang dealer lagi, yaitu di Cileduk dan Pakulonan. Satu tahun kemudian bertambah menjadi empat cabang. Kemajuan demi kemajuan yang dicapai tidak membuat dia sombong atau jauh dari Allah yang telah memberikan amanah dan anugrah segala kesuksesan kepada hamba-Nya, untuk itu dia tidak pernah lupa dengan anak yatim, sehingga tahun 2004 beliau menyisihkan hartanya untuk menyantuni dan menyekolahkan 101 anak yatim. Bukan hanya itu, karena dia pernah merasa susah untuk biaya sekolah, maka dia pun mendirikan sekolah, yang dimulai dengan tingkat Taman Kanak-kanak, yang kemudian diberi nama Al-Inayah Madani.
Dalam rangka menambah rasa syukur dan pengabdian kepada Allah SWT, maka pada tahun 2005 dia bersama keluarganya menunaikan ibadah umroh. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun, Madani motor ternyata makin bertambah berkah dan bertambah maju. Pada tahun 2007 bertambah menjadi 7 cabang dengan nilai asset lebih dari 2,5 milyar dan bukan hanya itu pada akhir tahun 2007 dia dipercaya menjadi perusahaan rekanan Pertamina untuk mengelola pabrik retester tabung gas elpiji untuk wilayah propinsi Banten, dengan nilai asset tidak kurang dari 3 milyar. Dalam waktu dekat, beliau merencanakan akan mendirikan Rumah Sehat (rumah sakit) dengan kualitas baik dan harga terjangkau. Semoga terkabul!
Pertemuan dengan H.Suwiknyo begitu berarti bagi saya. Perjalanan hidup orang sholeh yang saya temui, membuat hati ini semakin yakin bahwa yang mampu untuk mengangkat The Secret (rahasia) dalam hidup ini bukan hanya Rhonda Byrne, tapi siapapun kita akan mampu untuk menginventarisasi rahasia hidup dan keajaiban Allah SWT, baik dalam diri kita atau orang lain yang dianggap biasa saja. Saya yakin anda dapat mentransformasikan setiap keajaiban dan anugerah Allah dalam diri kita kepada ummat, agar mereka lebih tegar dan lebih optimis terhadap masa depan. Dan inilah sebagian kisah nyata atas bukti keajaiban Allah SWT, yang diberikan kepada siapa saja dan dimana saja sesuai kehendak-Nya. Diberikan kepada orang yang mampu berbisnis dengan Allah, sebagai owner dari segala kesuksesan dan kerajaan langit dan bumi.
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Sesungguhnya Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung".
(QS Ar-Ruum (30):37-38).
Kisah ini, adalah salah satu amanah yang harus segera disampaikan kepada siapapun yang meyakini akan dahsyatnya rahasia dan keajaiban Tuhan yang Maha Esa. Dan saya yakin andapun pernah mendapatkan keajaiban yang sangat berarti dalam hidup anda. Karena sesungguhnya Allah Maha Luas Kekayaan dan karunia-Nya. Allah sangat senang terhadap hamba-hamba-Nya.
Info lebih lanjut .. langsung ajah ke website nya
http://ayi-ibet.blogspot.com/
Langganan:
Postingan (Atom)
BISNIS DAHSYAT DENGAN INOVASI TERBARU Rahasia Menghasilkan Uang Melimpah dengan memanfaatkan media Internet seperti Facebook dan Twitter...
-
“Potensi yang tidak diledakkan akan tetap menjadi potensi saja, tidak akan terwujud sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan.” Saya seri...
-
https://tinyurl.com/ycq55nyb